kato

Jika Umurmu Tak Sepanjang Umur Dunia, Maka Sambunglah dengan tulisan

Selasa, 16 Juli 2013

Pecinta Purnama Mengutarakan Rasa


Oleh Riki Ariyanto



Pernahkah kamu bertanya mengapa ku suka purnama? tentunya tidak. waktu itu untuk pertama kalinya kuberanikan diri sampaikan perasaan pada seorang wanita. Mungkin bagi orang lain itu mudah, tapi bagiku gampang-gampang susah.

Mengutarakan isi hati tak obahnya seperti merendam kaki yang luka di air hangat. Ada rasa perih yang menyenangkan. Jelasnya tak dapat di lukiskan dengan untaian kata, begitu pikirku.
Malam telah larut.
layar ponselmenunjukkan pukulsebelas malam.
"Bisa keluar sebentar?" aku menelepon untuk memastikannya ada di rumah.
"Ni adeknya bang..." Aku jadi salah tingkah.
"Kakaknya ada?"
"kenapa?" sang pujaan hati menjawab.
"Bisa keluar sebentar? ad yg mau di bilang," ku rasa keringat mengalir ditelapak tangan.
"Ngak bisa, udah malam. Ayah ngak bolehkan keluar,"ujarnya.
"sebentar saja.....," ucapan ku lebih terdengar bagai lirihan dari pada permintaan.
Kemudian dengan terpaksa ia mengiyakan. Aku tancap gas.
Kami duduk di kursi panjang dekat beranda. Lalu ku utarakan perasaan yang sesakkan rongga dada.
Ia seakan menyimak semuanya. Kemudian ia balik menatap, dengan pandangan seolah tak percaya.
"serius?"
Aku lemparkan senyum yang tak jelas bentuknya.
"Pikir-pikir dulu ya...," matanya mulai tampak sayu.
"jessshhh" hati yg sudah plong, kembali sesak dengan ketidakpastian. Bulan purnama yang menerangi kami sejak tadi, mulai berselimut awan hitam. Aku pun mengangguk lemah.
-----
Hingga beberapa bulan kemudian, aku masih belum siap mendengar jawabannya. Tapi komunikasi kami berlangsung seperti biasa.
Hingga suatu malam ku kirim SMS.
"Bleh tanya sesuatu ngak?"
"ap?" iya balas dengan cepat.
Kemudian ku tanyakan mengenai malam saat ku menembus malam, menahan dinginnya malam serta gigitan nyamuk. Entah ia masih ingat atau tidak. Tapi setidaknya tiap pertanyaan butuh jawaban. Setiap perasaan perlu diutarakan. Agar tiba pada hati ke hati masing-masing raga.
beberapa menit berlalu tanpa balasan.
Aku mulai berpikir tak karuan. Sempat ingin pergi ke kios ponsel, barang kali ia kehabisan pulsa.
Kemudian ada nada pesan masuk.
Dengan cepat ku buka, yang berisi:
"Emang kapan nembaknya?"
Ku membalas SMS dengan perasaan malas. Pada malam itu ternyata ia menganggap perkataanku hanya gurauan. HP ku biar jatuh bebas di atas kasur. Aku rebahan sambil menatap langit-langit.
Ku coba memejamkan mata. Malam itu rasa kantukku terlambat datang.
Di langit, bulan Purnama masih terang benderang. Namun tak mampu menerangi gelap hati yang tengah meringkuk dengan kegaduhan.
beberapa minggu kemudian aku dapat kabar ia jadian dengan orang yang ku kenal. tapi tak lah mengapa cinta itu tak bisa dipaksa.bila jodoh pasti tak kemana.
Aku butuh waktu lama untuk kuatkan hati menyampaikan perasaan. Namun ia hanya butuh sekian menit menghancurkan semuanya. Melupakannya ini semua bukan perkara mudah. Seperti melempar bumerang. Saat itu telah di buang jauh, sewaktu-waktu akan kembali lagi bersama kenangan dan rasa sakitnya tentu saja.
Setelah puzzle ku susun membentuk tanda cinta. Kini aku kehilangan satu kepingan...... tapi biarlah. Aku percaya, dimana pun tulang rusukku (baca: jodoh) tidakkan tertukar. Bersabarlah, wahai pecinta purnama.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Sudah berkunjung ^_^
Jangan lupa komen ya, trims