Oleh Riki Ariyanto
Awalnya biasa saja. kami
berkomunikasi layaknya pria dan wanita. kami bertemu sebab ada even yang
sama-sama kami tergabung jadi panitia di dalamnya.
namun selang waktu bersama, entah knapa ada yang beda, cara ku memandangnya.
tawanya, senyumnya, parasnya, serta lembut tangannya tak hilang dari ingatan.
"Aku baru putus," ia mulai cerita.
tapi ku hanya diam, dan terus mendengarkan. seperti ada rasa... kena sentrum di sekitar perutku.
"bisa balik lagi ngak ya?" kali ini ia butuh jawaban.
rambutnya yang panjang, tergibas ke arah kanan.
aku membuat gerakan, agar ia membalikkan telapak tangan sebelah kiri.
ku berlagak serius melihat guratannya, (note: aku bukan dukun).
"sbentar lagi," jawabku. ia masih memandang mataku.
"ia sbentar lagi, ngak lama lagi balikan." tentu sja jawabanku teoritis. biasanya sejoli yang baru putus, slalu ada jeda yang memungkinkan mereka bisa bersama lagi. itu dari buku yang ngak sengaja ku baca.
ia pun tersenyum, namun entah kenapa ku terkelu.
dua hari kemudian, ia duduk disampingku. "Aku balikan lagi..." lesung pipinya tampak jelas saat mengatakannya.
"makasih ya..." bola matanya yang hitam memantulkan bayangku di sana.
"iya sama-sama," aku ambil selembar koran. "selamat ya."
kemudian ia cerita bagaimana mereka tidak jadi putus. hingga ku mulai bosan.
namun melihat senyumannya merekah kembali, buatku senang bukan kepalang.
Terkadang membahagiakan seseorang, mesti merelakan sebagian perasaan. meski kita tahu senyumnya bukan untuk kita.
Bila itu bisa menukarkan kesedihannya menjadi senyuman yang tiada tara, rasanya, semua perasaan ku pun dikorbankan tak mengapa... (prolog)
namun selang waktu bersama, entah knapa ada yang beda, cara ku memandangnya.
tawanya, senyumnya, parasnya, serta lembut tangannya tak hilang dari ingatan.
"Aku baru putus," ia mulai cerita.
tapi ku hanya diam, dan terus mendengarkan. seperti ada rasa... kena sentrum di sekitar perutku.
"bisa balik lagi ngak ya?" kali ini ia butuh jawaban.
rambutnya yang panjang, tergibas ke arah kanan.
aku membuat gerakan, agar ia membalikkan telapak tangan sebelah kiri.
ku berlagak serius melihat guratannya, (note: aku bukan dukun).
"sbentar lagi," jawabku. ia masih memandang mataku.
"ia sbentar lagi, ngak lama lagi balikan." tentu sja jawabanku teoritis. biasanya sejoli yang baru putus, slalu ada jeda yang memungkinkan mereka bisa bersama lagi. itu dari buku yang ngak sengaja ku baca.
ia pun tersenyum, namun entah kenapa ku terkelu.
dua hari kemudian, ia duduk disampingku. "Aku balikan lagi..." lesung pipinya tampak jelas saat mengatakannya.
"makasih ya..." bola matanya yang hitam memantulkan bayangku di sana.
"iya sama-sama," aku ambil selembar koran. "selamat ya."
kemudian ia cerita bagaimana mereka tidak jadi putus. hingga ku mulai bosan.
namun melihat senyumannya merekah kembali, buatku senang bukan kepalang.
Terkadang membahagiakan seseorang, mesti merelakan sebagian perasaan. meski kita tahu senyumnya bukan untuk kita.
Bila itu bisa menukarkan kesedihannya menjadi senyuman yang tiada tara, rasanya, semua perasaan ku pun dikorbankan tak mengapa... (prolog)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Sudah berkunjung ^_^
Jangan lupa komen ya, trims