Oleh Riki Ariyanto
Hubungan. Diawali dari kepercayaan, mencari persamaan, dan
melengkapi kebutuhan. Tapi aku menjalani
hubungan dari sebuah kebodohan.
Pertamanya aku suka temannya.
Aku tanya nama, dan no HP. Niat memang tuk jadikan pacar.
Tapi entah kenapa ku intens berkomunikasi dengan si dia,
bukan temannya. Aku malah sering
kirim kata-kata yang menurutku romantic, ke nomor HP nya, sekedar gurauan belaka. Walau terkadang aku tak paham juga. Itu selalu ku lakukan tiap malam Minggu. Dia pun membalas dengan kata-kata yang tak ku mengerti jua. Dan aku merasa bahagia.
kirim kata-kata yang menurutku romantic, ke nomor HP nya, sekedar gurauan belaka. Walau terkadang aku tak paham juga. Itu selalu ku lakukan tiap malam Minggu. Dia pun membalas dengan kata-kata yang tak ku mengerti jua. Dan aku merasa bahagia.
perlahan Ku sadar ada perasaan lain yang tertanam di sini
(hati). Tak dapat ku sanggah. Soal temannya tadi telah lama tak ku kejar lagi.
Berakhir dengan tidak manis. Seorang pria lain sudah dulu memboyongnya sebagai
pasangan. Aku sempat galau, tapi itu hanya sementara. Masih ada si dia.
Dari minggu keminggu, bulan berganti, tiap sabtu malam ku kecanduan
menanti dering pesan masuk. Menanti kata-kata mutiara si dia. Namun entah
kenapa hingga pukul sebelas malam tiada pesan masuk darinya.

Sulit bagiku tuk menjawab dengan alas an yang tepat. Ia
pikir logikaku telah dibodohi perasaan. Bodohkah aku menjalani hubungan ini? Jalinan
yang hanya bertaut dari kata-kata, yang tidak jelas apakah saling suka. Temanku
ini masih menanti jawaban. Lalu dengan mantap ku jawab: “Cinta tak harus
memiliki.”
Kelopak matanya membuka, dan tertawa terbahak. Raut wajah
cemooh darinya muncul. Baginya itu hanyalah kata-kata pelarian orang yang
menyerah pada ketidakberdayaan menatap resiko di depan. Aku acuh sambil menatap
layar TV. Fikiranku menerawang. Mungkin benar aku telah terpaku pada
kebahagiaan yang semu.
*****

Dunia ini dipenuhi dengan ketidakmungkinan. Selalu ada
tempat untuk segala keraguan. Disaat kita bisa melihat senyuman orang yang buat
kita bahagia, rasanya tak perlu sampai memilikinya. Karena tidak ada jaminan ia
kan selalu tertawa bersama kita, atau malah kita yang tersadar si dia hanya serpihan
fatamorgana. Bila yang ku terapkan ini suatu kebodohan, rasanya menjadi bodoh
selamanya pun tak mengapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Sudah berkunjung ^_^
Jangan lupa komen ya, trims