kato

Jika Umurmu Tak Sepanjang Umur Dunia, Maka Sambunglah dengan tulisan

Kamis, 25 Juli 2013

Sepucuk Surat di Masa Lalu



 Oleh Riki Ariyanto

Waktu itu umurku belasan tahun. Aku suka dia. Kami sering berjumpa dan bangku kami berdua berdekatan, hanya berjarak satu bangku . Terkadang saat ku curi pandang, tampak ia lebih sering serius menyimak pelajaran.
Di sekolah kami beberapa kali berpapasan. Kami jarang bertegur sapa. Suatu hari tersebar kabar, teman yang sebangku dengan
ku juga suka  dia. Dadaku berdebar, Tiap temanku menyebutkan namanya. tapi aku hanya mampu tersenyum.
Suatu malam, entah mengapa ku teringat dia. Ku lirik buku catatan merk Kiky. “Srekk,” ku sobek selembar. aku akan tulis semua perasaan dalam rangkaian kata. Berkali-kali gulungan kertas ku lempar. ternyata aku sama sekali tidak tahu apa yang akan ku tulis.
Beberapa menit kemudian tulisanku selesai. Lama ku merenung. “Sepertinya ada yang kurang,” pikirku. Ku ambil gunting, dan memotong kertas berbentuk pola. Ya kalian pasti tahu, bentuknya hati. namun ku masih merasa ada yang kurang. Diam-diam ku masuk ke kamar Bapak. jumpa botol parfum, langsung semprot. “Yah, kebanyakan,” sambil ku gibas-gibaskan. Setelah selesai, surat tadi ku selip di buku catatan. aku coba pejamkan mata, berharap mimpi ku indah.
Paginya dari Dalam kamar sebelah, sayup ku dengar ayahku terheran-heran mengapa botol pewanginya berkurang banyak.
*** 
 “Teng-teng-teng,” penanda waktu istirahat jam pertama. “Kantin yok,” ajak temanku.
“Duluan, nanti aku nyusul.” akhirnya aku tinggal di ruangan sendirian. Aku mendekat ke meja gadis yang ku idamkan.
Keringatku menumpuk di dahi. Sesekali ku terkejut bila ada orang yang melintas di depan kelas. Untung bukan dia.Ku masukkan surat yang telah ku siapkan ke tas di bawah mejanya. dengan sigap ku berlari menyusul teman ke kantin. 
sampai di kantin, ku merasa ada yang menganjal. selang beberapa waktu ku tersadar. ternyata  ada satu hal yang ku lupa, si dia rupanya punya kebiasaan tukar-tukaran tas dengan teman sebangku.
Jadi aku tak tahu tas mana yang akan dia bawa pulang. Aku hanya bisa pasrah pada yang maha kuasa.
hari berikutnya, kami masih seperti sebelumnya. Saling tidak ambil perhatian. Dua hari berlalu, sama saja. bahkan Berminggu-minggu. aku sedikit curiga, Ku coba mengingat apakah masih ada yang salah. Ya TUHAN…! Aku lupa membubuhi nama lengkap. Padahal dikelasku ada empat orang yang serupa namanya denganku. Aku pun lemas. (Aku).
***
Ketika ku pulang sekolah. Aku menemukan sepucuk surat di dalam tas. Ku lihat namanya. Sepertinya ku kenal. Kemudian aku juga ceritakan ini sambil berganti tas dengan temanku. temanku malah menatap aneh. “Ngak mungkin dia. Gayanya aja cuek gitu. Ngak mungkin,” ujarnya. menurutku juga begitu.
Waktu berlalu, ku menunggu. Namun ia masih seperti biasa, dingin, seakan tak peduli. Apa mungkin ya semua anak lelaki bawaannya memang cuek gitu. “Mungkin memang bukan dia,” pikirku. Hari-hari berlalu, hingga akhirnya kami semua lulus sekolah dan berpisah. (Si Dia)
***
“Ha-ha, masak iya?” tanyaku. “iya lah, ngak percaya?” sore itu aku menghubungi orang yang pernah ku kirimi surat waktu masih remaja dulu. Ketika chat di facebook, kami saling tukar nomor ponsel.
Kini kami sudah kuliah di kampus yang berbeda. Ia banyak cerita rencana pernikahannya dan aku banyak tanya tanggapannya soal cewek gebetanku.
“Hmm, aku boleh tanya?” ku coba memulai.
“hmm, mau tanya apa?”
ku ceritakan soal surat yang pernah terselip di dalam tasnya. dari suaranya aku merasa Ia juga bingung bagaimana menceritakannya.
 “Aku mau tau jawabannya?” ku setengah memaksa. cukup lama ia terdiam.
 “hmm, itu kan dah masa lalu,” ujarnya. 
Aku paham maksudnya. seandainya ku lebih cepat mempertanyakannya tentu ia kan menjawab berbeda. aku mengerti, bila sedikit saja ku berani mengatakan rasa yang dihati di hadapannya, tentu ku tak perlu waktu lama mengetahui bahwa hatinya sudah ada sebuah nama, yang tak mungkin di hapus.
“ha-ha, iya-ya.” tapi Bagiku itu sudah cukup. Melepas rasa penasaran sejak bertahun-tahun yang lalu.
Kami pun tidak menyinggung masalah itu lagi. kami berbincang ngalor ngidul, mulai dari kampus, setelah wisuda mau kerja di mana. 
hanya Satu hal yang tak ku ceritakan. tentang aku yang senantiasa  melewati rumahnya. Aku yang Berharap dirinya ada di sana dengan senyum yang sama  saat kami pertama jumpa, senyum yang sama menawannya seperti di sekolah.
Tapi itu hanya masa lalu . 
Kita tidak akan pernah bisa menapaki masa depan bisa masih berdiam di masa lalu. Begitu kan? (Aku dan Dia)
...kumpulan: Merangkai puzzel ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Sudah berkunjung ^_^
Jangan lupa komen ya, trims